“Males bikin album ah! Males berkarya lagi.”
Itu yang diucapkan temen gue yang berprofesi jadi penyanyi. Dia merasa malas berkarya karena hasil usahanya selama berbulan-bulan, tidak dihargai oleh sebagian besar penikmat karyanya. Iya, temen gue ini jadi korban pembajakan. Hal itu membuat dia malas untuk berkarya, karena setiap dia berkarya, dia hampir nggak dapet apa-apa. Bayangin suramnya hidup kita kalo nggak ada lagi musisi yang mau menciptakan lagu. Tiap lagi galau, nggak ada lagi lagu-lagu melankolis yang mau menemani kita nangis di bawah shower.
Anehnya, pembajakan karya cipta di Indonesia malah terlihat sangat “lumrah”. Bahkan nggak jarang gue liat ada orang-orang yang mention ke penyanyi di twitter dengan kalimat, “Bang! Aku lagi dengerin lagu kamu~” kemudian dia ngasih screenshoot music playernya yang lagi mainin lagu penyanyi itu dengan album cover ini:
Kalo lo muter mp3 di hape, tapi cover albumnya begini, artinya lagu lo bajakan.
Tentu saja hal itu menyakiti sanubari si penyanyi yang dimention dong.
Nah, gue sendiri zaman sekolah dulu juga penikmat karya-karya hasil bajakan. Meskipun begitu, gue juga tetep beli album-album asli dari musisi yang emang gue sukai lagu-lagunya. Soalnya di cover album asli, ada lirik lagunya.
Adek-adek yang masih unyu pasti nggak tau kotak-kotak itu benda apa.
Gue mengakui dulu sering beli kaset bajakan, tapi saat itu gue sama sekali belum tau kalo pembajakan itu perbuatan yang jahat. Yang gue tau artis-artis yang lagu bajakannya gue nikmatin itu, hidupnya bahagia-bahagia aja. Dan semua pemikiran itu berubah saat gue sendiri punya karya.
Suatu hari, di bilangan Blok M, gue disamperin oleh seorang dedek-dedek unyu yang ingusnya mengalir dari hidung sampai leher. Di tangannya, dia menggenggam sebuah buku bercover krem dan bergambar gue.
“Bang.. Minta tanda tangan di bukuku dong!”
“Boleh..Boleh..” Gue segera meraih buku SKRIPSHIT itu.
Saat gue pegang, ternyata bentuk fisiknya beda. Kertasnya lebih tipis, cover dan tulisannya juga agak buram.
“Dek..Beli di mana ini bukunya?” Tanya gue sambil nangis guling-gulingan di trotoar.
“Ituh di bawah..Lagi diskon loh kak! Cuma 20 ribu!!” Dedek Unyu itu menjawab dengan antusias.
Dalam hati gue terpukul. Sudah bisa dipastikan kalo yang dia beli ini adalah buku bajakan. Nggak masuk logika banget kalo buku asli yang terbitnya belum lama, didiskon lebih dari 50%.
Akhirnya dilema pun muncul. Kalo gue tanda tanganin, artinya gue mendukung pembajakan karya gue sendiri. Kalo nggak gue tandatanganin, gue ntar bikin nih anak sedih. Akhirnya gue jelasin ke dia kalo buku itu adalah buku bajakan. Gue kasih pengertian bahwa membeli buku bajakan, artinya dia nggak menghargai gue yang butuh waktu berbulan-bulan buat menulisnya. Gue pun menolak untuk menandatangani buku itu. Dan untuk mengobati kekecewaannya, gue minta alamat dia untuk gue kirim buku asli beserta tanda tangan gue. Dengan catatan, dia nggak boleh beli buku bajakan lagi. Win-win solution!
Sejak saat itu, gue mulai mengerti betapa sakitnya kalo usaha gue nggak dihargai. Di titik itu juga, akhirnya gue komit untuk berusaha sebisa mungkin menghindari produk-produk bajakan. Bukan.. Bukan buat gaya-gayaan. Tapi gue nyadar bahwa menikmati barang bajakan itu sama hinanya dengan menikmati barang hasil curian yang tidak diridhoi oleh pemiliknya. Nggak berkah.
Nah, dari yang udah gue pelajari, maraknya kasus pembajakan karya di Indonesia itu ada beberapa penyebabnya. Here they are:
Murah
Nggak bisa dipungkiri, banyak orang memilih untuk make barang bajakan karena harganya jauh lebih murah atau bahkan gratis. Tapi, apakah mereka nggak nyadar kalo hal yang dilakukan itu sama jahatnya dengan mencuri? Dan pastinya, dengan harga yang murah, konsumen produk bajakan sudah siap dengan kualitas produk yang jauh lebih jelek dibandingkan produk aslinya. Dan yang jelas, nggak ada kebanggaannya.
Distribusi
Untuk produk yang berbentuk fisik, banyak orang khususnya di daerah-daerah terpencil memilih untuk memakai produk bajakan karena produk yang original belum terdistribusikan ke daerahnya. Zaman gue SMP dulu kan masih tinggal di Sragentina. Kalo mau beli album musik asli, gue kudu ke Solo dulu, kota yang jaraknya 30 KM dari tempat gue tinggal. Nah, karena zaman itu gue belum berani pergi ke luar kota sendiri, akhirnya gue terpaksa ke pasar terdekat buat beli kaset bajakannya.
Kurangnya Kesadaran konsumen Tentang Proses Kreatif
Dalam setiap karya kreatif, pastinya ada proses panjang untuk menciptakannya. Misal untuk membuat aplikasi atau game di smartphone, seorang programmer harus berkutat di depan komputer selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan demi menyusun kode demi kodenya untuk menemukan logika yang tepat.
Jadi inilah bentuk asli dari setiap aplikasi/game yang lo pakai sehari-hari.
Pusing nggak lo?
Atau, liat deh proses terciptanya sebuah album musik ini. Temen-temen gue dari band Festivalist udah bikin listnya. Kira-kira setiap album musik mengalami proses yang sama seperti ini:
Ngerti kan kenapa musisi sangat membenci pembajakan?
Nah, sebagian dari kita mungkin nggak sadar betapa beratnya melakukan aktivitas kreatif gitu. Mungkin kita juga nggak sadar udah berapa banyak hal dari hidup seorang programmer/musisi/seniman yang harus dikorbankan untuk menciptakan aplikasi, karya seni, atau lagu-lagu itu. Nah, sakit nggak kira-kira kalo orang yang udah susah payah gini, nggak ngedapetin haknya setelah karyanya kita nikmati? Yang dapet keuntungan malah mas-mas tukang ngegandain CD-nya.
Lemahnya Perlindungan Hukum
Pembajakan memang diatur dalam hukum, di mana hal itu termasuk hal yang ilegal. Tapi sayangnya, masih terlihat sangat kurang upaya pemerintah untuk memerangi pembajakan. Bisa diliat di pasar-pasar, atau pusat perbelanjaan, ada kios-kios penjual DVD film, musik, atau game bajakan yang berjualan dengan rasa ceria. Padahal para seniman ini juga bayar pajak yang nggak sedikit untuk penjualan album-albumnya. Tapi kenapa pemerintah terkesan malas mendukung jualan mereka?
Susah Transaksinya
Ini salah satu kendala yang gue alamin dulu. Niatan mau beli aplikasi berbayar di smartphone, tapi gue kepentok sama cara pembayarannya yang mengharuskan gue untuk memakai kartu kredit. Sedangkan gue nggak punya kartu kredit. Hal ini yang akhirnya bikin sebagian orang beralih untuk mendownload aplikasi versi bajakannya aja. Ya mau gimana, pengin aplikasinya, ada duitnya, tapi nggak bisa bayarnya.
Tapi sekarang ada kabar baik!
Beli aplikasi, majalah, atau buku di Google Play Store atau Google Book, nggak seribet dulu lagi! Kita bisa membeli semua items di Google Play Store dengan cara potong pulsa seluler! Nah, kalo gini, nggak ada alasan lagi buat download aplikasi bajakan dong!
Eh seriusanLitt? Gimana caranya?!
Oke, gue jelasin dulu apa aja serunya program ini ya.. Indosat baru aja ngeluarin 2 tipe kartu perdana Mentari Smart Voucher.
Yang pertama seharga 600 ribu, dan yang kedua seharga 1,2 juta. Mahal? Enggak! Liat dulu bonus-bonusnya!
Tuh! Kalo diitung-itung jadinya malah murah banget kan? Dapet pulsa 50 ribu setiap bulan SELAMA 2 TAHUN, terus dapet diskon gede buat pembelian smartphone dan gratis internet buat aplikasi-aplikasi seru pula. Indosat nggak takut rugi ya? Nggak lah.. Indosat pengin bikin hidup kita semakin seru! Untuk info lebih lanjut tentang program ini, silakan cek: bit.ly/1AEIB3I
Yang udah lama make kartu Indosat gimana, Litt? Bisa beli aplikasi juga nggak?
Bisa! Pemakai kartu iM3, Mentari (prabayar) dan Matrix (pascabayar) tetep bisa beli aplikasi di google play dengan pulsa.
Caranya simpel, pastiin kartu yang lo pakai di hape android lo adalah kartu Indosat (iM3, Mentari, Matrix), terus buka aplikasi Google Play Store. Abis itu, masuk menu "My Account", dan pilih "payment methods". Lalu pilih "Add payment method" dan pilih "Bill my Indosat account".
Abis itu Google Play Store bakal melakukan verifikasi via SMS, tunggu aja sampai proses sukses, dan kelar deh!
Berkat program baru Indosat ini, akhirnya gue jadi kalap belanja aplikasi-aplikasi yang dari dulu pengin banget gue beli tapi gagal karena nggak punya kartu kredit. Makasih Indosat! :D
Yap.. This is the end of the post. Semoga info ini berguna buat kalian. Btw, Kalian ada alasan lain kenapa orang-orang masih suka make produk bajakan? Share di comment box ya! Makasih~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar